Selasa, 30 Juni 2015

BIOPHARMACEUTICAL KLASSIFIKATION SYSTEM (BCS)

BCS (BIOPHARMACEUTICAL KLASSSIFICATION SYSTEM)


BCS atau Biopharmaceutical Klasssification System merupakan suatu sistem yang digunakan untuk membedakan obat berdasarkan kelarutan dan permeabilitas. Sistem BCS merupakan hasil dari usaha berkelanjutan dalam analisis matematika yang berkaitan dengan sistem kinetika dan disolusi obat dalam saluran pencernaan (penyerapan dalam usus). Dalam sistem BCS merupakan pembaharuan dalam dunia farmasi khususnya dalam pengujian sediaan obat dimana dengan sistem BCS membantu dalam mengurangi sederetan tahap dalam pengujian pengembangan obat baru baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti halnya mengurangi uiji klinik yang sebenarnya tidak terlalu penting dan merupakan tahap yang lama dalam pengujian obat baru dan mendukung sistem penggantian bioekivalensi dalam pengujian disolusi obat secara in vitro. Sehingga pengujian obat secara in vivo dapat diminimalkan.
Biofarmasetik adalah suatu ilmu yang memepelajari tentang faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas obat (ketersediaan hayati) dalam tubuh hewan maupun manusia sehingga menghasilkan respon terapi yang optimal. Sedangkan bioavailabilitas itu sendiri adalah suatu parameter yang digunakan untuk menunjukkan jumlah dan kecepatan obat aktif sampai pada sirkulasi sitemik. Efek terapi suatu obat berbeda-beda tergantung dari seberapa banyak kadar obat dalam reseptor. Fokus untuk biofarmasetik adalah kadar obat yang sampai pada sirkulasi sitemik. Ketika  berbicara mengenai bioavalabilitas maka untuk obat yang berada dalam darah dan kadar yang sampai pada reseptor akan berada dalam suatu kesetimbangan, yang artinya ketika kadar obat didalam darah naik maka kadar obat didalam reseptor juga naik hal ini dapat berefek pada pencapaian efek terapi yang baik.
Perlu diketahui bahwa untuk setiap obat memiliki bioavailabilitas yang berbeda, meskipun dalam bentuk sediaan yang sama seperti tablet. Hal ini karena bioavalabilitas suatu obat dipengaruhi oleh sifat fisika kimia, kelarutan dalam air , koefisien partisi dan perbedaan dalam pemiliha zat pengisi, zat tambahan dan beberapa parameter lain yang berhubungan dengan senyawa aktif dan tambahan dari suatu obat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas suatu obat yaitu:
1.    Faktor Obat (sifat fisiko-kimia)
Sifat fisika-kimia suatu obat sangat mempengaruhi dalam bioavalabilitas suatu obat, kestabilan zat obat dalam proses pembuatan atau formulasi obat maupun pada saat obat masuk kedalam tubuh. Parameter yang mempengaruhi sifat fisika kimia sauatu obat adalah kemampuan suatu obat untuk tetap mempertahankan konsistensinya hingga menghasilkan efek terapi.
2.    Faktor Pabrik (Faktor Formulasi Sediaan)
Faktor pabrik merupakan faktor yang sangat mempengaruhi bioavailabilitas suatu obat. Bagaimana suatu pabrik merancang dan memodifikasi suatu zat sehingga menghasilkan suatu formulasi sediaan obat yang memiliki bioavailabilitas yang baik dan menghasilkan produk obat yang unggul.
3.    Faktor Pasien (Fisiologi dan Patologi saluran cerna).
Faktor pasien sangat berpengaruh terhadap biovailabilitas suatu obat. Setiap orang memiliki respon yang berbeda terhadap suatu obat hal ini dipengaruhi karena keadaan fisiologis patologis pasien seperti usia, bera badan, penyakit yang menyertai dan komplikasi terhadap penyakit yang lain akan mempengaruhi keberhasilan suatu obat dalam menunjukkan efek terapi.
Terdapat beberapa tahapan yang paling mempengaruhi bioavalabilitas yaitu:
1.    Koefisien partisi (perbandingan kadar obat dalam lipid dan kadar dalam air setelah terjadi kesetimbanagn) semakin besar koefisien partisi maka obat akan semakin sukar larut dalam air sehingga disolusi akan lambat. Jika  Koefisien partisi kecil maka rate limiting step nya pada permeasi hal ini menunjukkan bahwa senyawa obat bersifar hidrofil.
2.    Konstanta disosiasi menunjukkan kemampuan asam lemah untuk terdisosiasi. Semakin besar konstanta disosiasi maka semakin besar pula  disosiasi jika hal ini terjadi maka disolusi obat pun akan  semakin tinggi. Jika fraksi ion terlalu banyak maka besarnya konstanta disossiasi akan menyebabkan permeasi lambat.
3.    Ukuran molekul atau bentuk mempengaruhi harga koefisien difusi baik pada proses disolusi maupun permeasi.
4.    Stabilitas obat  
Seperti yang telah disinggung diatas bahwa bioavalabilitas suatu obat juga dipengaruhi oleh stabilitas suatu obat.da beberapa parameter yang dapat digunakan dalam mengetahiu stabilitas suatu obat yaitu: bentuk sediaan obat, sifat fisika-kimia obat, kelarutan obat, pH obat, ukuran partikel suatu obat dan lain-lain.
Dasar yang mempelopori adanya sistem klasifikasi biofarmasetik obat yaitu bermula dari pemikiran mengenai bagaimana cara memformulasi dan mengklasifikasikan  suatu sediaan obat berdasarkan sifat kelarutan dan permeabilitasnya dalam usus. Sehingga dapat meminimalkan waktu pengujian obat secara in vivo atau pengujian pada manusia.

Dalam sistem klasifikasi biofarmasetik obat terdapat beberapa batas-batas parameter yang harus diperhatikan yaitu:
1.      Solutibility/kelarutan
2.      Permeability
3.      Disolusi (pembubaran)
Pada bagian awal akan dijelaskan keterkaitan kelarutan suatu obat dengan BCS. Pertama-tama akan disinggung mengenai kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia/ zat terlarut (solut) untuk dapat larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan suatu zat kimia atau zat aktif obat sangat mempengaruhi bioavalabilitas obat. Jika obat memiliki kelarutan yang rendah pada cairan GI maka secara otomatis obat akan sulit untuk terdisolusi jika obat sulit untuk terdisolusi maka obat akan membutuhkan waktu yang lama untuk obat dapat terabsorpsi yang pada akhirnya akan menyebabkan efek terapi dari obat tidak tercapai secara maksimal. Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya yaitu: 1). Suhu, 2). Ukuran partikel, 3).sifat fisika kimia obat. Kelarutan yang dimaksud dalam BCS yaitu didasarkan pada  kelarutan produk dengan dosis maksimum. Suatu zat aktif dikatakan sangat mudah larut bila dengan dosis maksimum, obat  dapat larut di dalam 250 mL atau kurang  air dengan rentang pH 1-7,5. Volume sebanyak 250 mL ditentukan dari protocol studi bioekuivalen pada umumnya yang mengatur bahwa penggunaan produk obat hanya dengan segelas air pada sukarelawan dengan kondisi puasa.
Permeabilitas yaitu kemampuan suatu zat obat untuk menembus membran sel. Suatu obat dikatakan permeabel ketika obat  yang terabsorpsi dalam usus  >90% atau lebih dosis yang digunakan, berdasarkan keseimbangan massa atau dalam perbandingan dengan obat dosis intravena.  Permeabelitas  merupakan salah satu fokus pembahasan dari BCS. Secara tidak langsung batasan permeabilitas didasarkan pada banyaknya obat yang diabsorpsi dalam tubuh manusia dan secara langsung pada pengukuran kecepatan transfer massa yang melewati membrane usus manusia. Sistem lain yang tidak menggunakan manusia yang dapat memprediksi absorpsi obat dalam tubuh manusia boleh digunakan ( seperti metode kultur in vitro) sistem inilah yang coba dikembangkan dalam pembuatan sediaan obat  melalui BCS.
Permeabilitas suatu zat sangat mempengaruhi bioekivalensi dan bioavailabilitas suatu obat. Permeabilitas sangat memiliki keterkaitan dengan Rate Limiting Step yaitu tahap yang menentukan kecepatan proses absorsbsi obat secara keseluruhan atau tahap terlambat atau tahap yang paling lama  dalam rangkaain proses kinetik. Rate Limiting Step dipengaruhi oleh disolusi dan permeasi, hal ini dipengaruhi oleh obat yang masuk dalam tubuh. Obat-obat yang bersifat  lipofil Rate Limiting Stepnya berada pada proses disolusi (obat masuk kedalam membran) pada tahap ini absorpsi obat berjalan secara cepat.  Sementara  untuk obat-obat yang bersifat hidrofil Rate Limiting Stepnya berada pada tahap permeasi  yaitu dimana obat masuk kedalam plasma darah  pada proses ini absorpsi obat berjalan lambat.
            Disolusi yaitu Suatu produk obat yang lepas segera dianggap cepat terdisolusi bila > 85 % jumlah obat yang tertera dapat terdisolusi dalam waktu 15 menit menggunakan Aparatus I Disolusi USP pada 100 RPM atau Aparatus II pada 50 RPM dalam larutan media sebanyak 900 mL atau kurang. Larutan media terdiri dari 0,1N HCl atau cairan lambung buatan atau larutan dapar pH 4,5 dan dapar pH 6,8 atau cairan usus buatan.kegiatan diatas merupakan serangkaian  pengujian untuk mengetahui pada menit keberapa obat dapat terdisolusi sempurna dengan menggunakan alat yang dimodifikasi sedemikian rupa hingga menyerupai kondisi organ pencernaan pada manusia, seperti pada pembuatan larutan dapar yang menyerupai pH lambung dan pH usus agar pegujian obat sesuai pada in vitro dan in vivo.
Dalam BCS zat aktif obat dibagi menjadi beberapa kelas yaitu:
1.    Kelas I. Permeabilitas tinggi, kelarutan tinggi
Contoh obatnya : metoprolol (antihipertensi golongan  bloker)
Metoprolol merupakan obat yang sangat mudah diabsorbsi dan kecepatan absorbsinya lebih besar dibandingkan ekskresinya.
2.    Kelas II. Permeabilitas tinggi, kelarutan rendah
Contoh obatnya: glibenclamide (antidiabetic golongan sulfonilurea)
Bioavailibilitasnya dibatasi oleh kecepatan solvasinya. Ada hubungan antara bioavailibilitas secara in vivo dan in vitro.
3.    Kelas III. Permeabilitas rendah, kelarutan tinggi
Contoh obatnya : cimetidin (golongan obat maag/tukak lambung)
Absorbsinya dibatasi oleh kecepatan permeasinya tetapi obat tersebut dapat tersolvasi dengan cepat. Jika formulasi tidak mengubah permeabilitas atau durasi di dalam gastrointestinal, maka kriteria kelasi I bisa digunakan.
4.    Kelas IV. Permeabilitas rendah, kelarutan rendah
Contoh obatnya: HCT (hidroklortiazid) ( golongan obat diuretik thiazid)
Senyawa ini mempunyai bioavailibilitas yang rendah sekali. Biasanya tidak diabsorbsi dengan baik di sepanjang mucosa intestinal dan variabilitasnya tinggi.

Struktur Membran Sel

       Membran sel merupakan suatu lapisan yang menyelumbungi sel. Membran sel merupakan barier yang melindungi sel dan memisahkan antara ektrasel dan intrasel (cairan sel). Secara umum struktur membran sel eukariotik sama baik pada hewan maupun pada manusia,  tersusun atas lipid dan protein yang umumnya berinteraksi secara kovalen. Membran sel –berdasar fluid mozaic model merupakan struktur dinamis, berstruktur fluida, dan molekul-molekul protein dan lipid umumnya yang dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain sepanjang membran. Struktur umum membran sel –berdasar fluid mozaic model.

Lipid Bilayer merupakan struktur dasar membran, tersusun terutama atas fosfolipid dan sebagian kecil kolesterol dan glikolipid. Tiap molekul fosfolipid mempunyai bagian kepala (head) yang bersifat polar, hidrofilik dan bagian ekor (tail) yang bersifat nonpolar (hidrofobik). Bagian polar menghadap langsung dengan ekstraselular dan intraselular, yang terutama tersusun atas air, sedangkan bagian hidrofobik berada di bagian tengah membran. Dengan struktur fosfolipid yang demikian, menyebabkan sel tertutup membran, dan mudah menutup kembali jika terjadi kerusakan kecil.
Pada sistem BCS hal ini sangat penting karena BCS berfokus pada kelarutan dan permeabilitas usus (penyerapan obat pada membran sel usus). Protein membran sel dapat dibedakan menjadi protein integral dan protein periferal. Protein integral terbenam dalam bilayer lipid, dan beberapa diantaranya hanya tersisip pada satu permukaan membran, dengan satu ujung menghadap ke ekstraselular atau intraselular,  tetapi yang terbanyak adalah yang merupakan protein transmembran menyisip mulai bagian yang menghadap ekstraselular sampai intraselular. Protein membran sel dapat dibedakan menjadi protein integral dan protein periferal. Protein integral terbenam dalam bilayer lipid, dan beberapa diantaranya hanya tersisip pada satu permukaan membran, dengan satu ujung menghadap ke ekstraselular atau intraselular,  tetapi yang terbanyak adalah yang merupakan protein transmembran menyisip mulai bagian yang menghadap ekstraselular sampai intraselular.
Secara molekuler absorbsi obat melewati membran sel sangat berpengaruh terhadap bioavalabilitas obat dan tujuan terhadap terapi obat. Tidak semua bahan yang berpindah dari dan ke intraselular tergantung pada transpor langsung melalui membran sel. Beberapa bahan , terutama molekul besar atau molekul kompleks berpindah melalui pembentukan vesikula atau fusi membran plasma. Perpindahan  demikian, ke dalam sel disebut endositosis, sedangkan perpindahan ke luar disebut eksositosis. Eksositosis dan endositosis tidak dibahas dalam bahan ajar  ini.
     Ion-ion dan molekul kecil  dapat masuk dan ke luar sel melalui dua cara, yaitu transpor pasif dan transpor aktif. Transpor pasif tergantung pada gradien kadar antara intraselular dan ekstraselular. Jika suatu molekul lebih tinggi kadarnya di dalam sel, maka arah transpor ke luar sel. Transpor pasif ion-ion selain dipengaruhi kadar, juga dipengaruhi perbedaan muatan antara kedua sisi membran (gradien elektrokimia). Karena tergantung gradien kadar, transpor pasif tidak memerlukan energi. Pada transpor aktif, bahan-bahan berpindah melawan gradien kadar. Tak sama dengan transpor pasif, transpor aktif memerlukan energi. Transpor aktif tak akan terjadi tanpa tersedianya energi dalam sel.

            Sifat hidrofobik pada interior membran sel hanya memungkinkan beberapa kelompok molekul dengan mudah dapat melintas membran yaitu molekul-molekul yang hidrofobik, dan molekul-molekul polar berukuran kecil tak bermuatan. Molekul-molekul polar berukuran besar dan ion –seberapapun ukurannya-tidak dapat melintas membran tanpa adanya bantuan protein membran.  Transpor lintas membran tanpa bantuan protein membran, hanya tergantung pada gradien kadar disebut dengan difusi biasa/ simple diffusion (merupakan transpor pasif), sedangkan jika dengan bantuan protein membran dan tergantung gradien kadar (pasif) disebut dengan difusi terfasilitasi (facilitated diffusion). Transpor aktif memerlukan bantuan protein membran (protein carrier) dan energi, karena melawan gradien kadar. Perubahan konformasi protein carrier akan memindahkan ion/molekul dari satu sisi ke sisi lain membran.

2 komentar: